Kamis, 24 November 2011

Batik Pekalongan

Batik Pekalongan termasuk batik pesisir yang paling kaya akan warna. Sebagaimana ciri khas batik pesisir, ragam hiasnya biasanya bersifat naturalis. Jika dibanding dengan batik pesisir lainnya Batik Pekalongan ini sangat dipengaruhi pendatang keturunan China dan Belanda. Motif Batik Pekalongan sangat bebas, dan menarik, meskipun motifnya terkadang sama dengan batik Solo atau Yogya, seringkali dimodifikasi dengan variasi warna yang atraktif. Tak jarang pada sehelai kain batik dijumpai hingga 8 warna yang berani, dan kombinasi yang dinamis. Motif yang paling populer di dan terkenal dari pekalongan adalah motif batik Jlamprang.
Batik Pekalongan banyak dipasarkan hingga ke daerah luar jawa, diantaranya Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Minahasa, hingga Makassar. Biasanya pedagang batik di daerah ini memesan motif yang sesuai dengan selera dan adat daerah masing-masing.
Keistimewaan Batik Pekalongan adalah, para pembatiknya selalu mengikuti perkembangan jaman . Misalnya pada waktu penjajahan Jepang, maka lahir batik dengan nama’Batik Jawa Hokokai’,yaitu batik dengan motif dan warna yang mirip kimono Jepang. Pada umumnya batik jawa hokokai ini merupakan batik pagi-sore. Pada tahun enampuluhan juga diciptakan batik dengan nama tritura. Bahkan pada tahun 2005, sesaat setelah presiden SBY diangkat muncul batik dengan motif ‘SBY’ yaitu motif batik yang mirip dengankain tenun ikat atau songket. Motif yang cukup populer akhir-akhir ini adalah motif Tsunami. Memang orang Pekalongan tidak pernah kehabisan ide untuk membuat kreasi motif batik.

Kerajinan dari batik non Pati












Kamis, 17 November 2011

                                                      Batik Bakaran JUANA

Batik Bakaran JUANA yang sekarang terpusat pada kedua desa yaitu Bakaran Wetan dan Bakaran Kulon, masuk kedalam wilayah kecamatan Juwana, PATI. Batik Bakaran ini sudah ada sekitar abad ke 14 dan berhubungan dengan seorang penjaga benda–benda seni kerajaan Majapahit yang bernama Nyi Siti Sabirah (Nyi Danowati). Ia datang ke Desa Bakaran untuk mencari tempat persembunyian karena dikejar-kejar prajurit Kerajaan Demak. Waktu itu, Kerajaan Majapahit yang diperintah Girindrawardhana yang bergelar Brawijaya VI (1478-1498) berada dalam desakan Kerajaan Demak yang menganut Islam. Sejumlah pengikut Brawijaya yang menganut Hindu-Buddha memilih hengkang dari Majapahit karena tidak mau masuk Islam. Bersama tiga saudaranya, yaitu Ki Dukut, Kek Truno, dan Ki Dalang Becak, mereka menyusuri pantai utara Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di Perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur, Nyi Danowati dan dua saudaranya berpisah dengan Ki Dalang Becak. Ia melanjutkan perjalanan hingga ke kawasan rawa-rawa yang penuh pohon druju atau sejenis semak berduri, sedang Ki Dalang Becak menetap di Tuban. Bersama Ki Dukut, Nyi Danowati membuka lahan di daerah rawa-rawa itu sebagai tempat tiras pendelikan atau tempat persembunyian. Lantaran Ki Dukut seorang lelaki, ia mampu membuka lahan yang sangat luas, sedangkan lahan Nyi Danowati sempit. Tak kurang akal, Nyi Danowati mengadakan perjanjian dengan Ki Dukut. Ia meminta sebagian lahan Ki Dukut dengan cara menentukan batas lahan melalui debu hasil bakaran yang terjatuh di jarak terjauh. Ki Dukut menyetujui usulan itu. Jadilah kawasan Nyi Danowati lebih luas sehingga sebagian kawasan diberikan kepada Kek Truno yang tidak mau babat alas. Daerah milik Nyi Danowati dinamai Bakaran Wetan, sedang milik Kek Truno bernama Bakaran Kulon. Di Bakaran Wetan itulah Nyi Danowati membangun pemukiman baru. Sejumlah warga yang semula tidak mau menempati daerah rawa-rawa itu mulai tertarik membangun pemukiman di sekitar rumah Nyi Danowati. Agar tidak dicurigai orang bahwa ia pemeluk agama Hindu-Buddha, Nyi Danowati mengubah nama menjadi Nyai Ageng Siti Sabirah. Ia juga mendirikan masjid tanpa mihrab yang disebut SIGIT. Di pendopo dan pelataran Sigit itulah Nyi Danowati mengajar warga membatik. Motif batik yang diajarkan Nyi Danowati adalah motif batik Majapahit. Misalnya, sekar jagad, padas gempal, gandrung, magel ati dan limaran.
Dahulu, pewarna batik motif itu menggunakan bahan-bahan alami. Misalnya, kulit pohon tingi yang menghasilkan warna coklat, kayu tegoran untuk warna kuning, dan akar kudu sebagai pewarna sawo matang













Kamis, 10 November 2011

Batik Khas Pati

Batik Khas SMPIT Insan Mulia Pati
Melewati satu semester, hasil karya batik dari siswa-siswa SMPIT Insan Mulia Pati kelas VIII telah memberikan hasil. Begitu cepat mereka dapat menguasai ilmu nyanting dan kini mereka sedang melanjutkan produksi untuk bentuk-bentuk produk batik yang lain yaitu kain batik untuk bahan baju dan akan dilanjutkan dengan bentuk produk yang lain. Apa itu? kita tunggu hasilnya yang terbaru itu.
Indonesia menetapkan tanggal 2 Oktober sebagai hari batik, yang dimulai tahun 2009 ini saat penetapan Batik sebagai hak paten hasil budaya asli Indonesia oleh PBB. Siswa-siswa SMPIT Insan Mulia Pati ternyata telah sejak tahun 2008 telah merintis pelestarian batik di kalangan generasi muda dengan kepedulian mereka yang tumbuh dari kesukaan mereka pada budaya membatik telah mereka wujudkan melalui keterampilan membatik yang mereka kuasai. Semoga hal ini makin mengilhami generasi muda lainnya untuk ikut melestarikan budaya batik yang elok tersebut.